Jam berdentang dengan detik-detik yang selalu
mengirinya, membuat seorang gadis manis penyandang androphobia menyukai jam
itu. Dia memandang setiap detik dengan seriusnya, hingga ia melihatnya selama 2
menit tanpa kedip. Namun pandangannya terhenti ketika ia mendengar tetesa air
hujan dari luar kamarnya, pintupun terbuka oleh hembusan angin yang menerpa
membuatnya melangkah ke luar dan mengulurkan tanganny ke luar pintu, ia sangat
menyukainya. Kemudian ia keluar menari-nari, tersenyum, berputar-putar dan menadah
air hujan dengan kedua tangannya. Walaupun ia tahu bahwa hal ini tidak boleh
dilakukan, karena ia mempunyai daya tahan tubuh yang lemah hingga ia akan sakit
setelah bersenang-senang dengan hujan.
Kebahagiaannya berubah saat ia mengetahui ada
seseorang yang sedang memperhatikannya, ia ketakutan dan segera masuk ke kamar
dengan kaki yang gemetaran. Suara ketukan pintu membuatnya semakin merasa
takut, dan semakin gemetar saat suara langkah kaki menghampirinya, ia semakin
takut, tubuhnya gemetar dan berkeringat. Namun ia sadar, bahwa itu adalah
Ibunya, ia pun memeluknya.
“Bintang sayang, kamu kenapa nak?” Ibunya bertanya
sambil menghelai rambutnya.
“Bu, aku takut. Ada seseorang yang memperhatikanku
saat aku bermain di luar kamar”.
“Hm.. kau hujan-hujanan lagi yah. Lihatlah, wajahmu
pucat seperti orang kelaparan. Kau sudah makan siang sayang?” Ibu menangkan
hati Bintang dengan lembutnya.
“Su..sudah Bu. Bu, badanku terasa tidak sehat” keluh
Bintang.
“Ya sudah, nanti Ibu buatkan teh hangat untukmu, Bintang
tidurlah dulu.”
“Iya Bu”.
Ibunya melangkah pergi sambil melihat ke luar kamar
dan memandang anaknya yang terlihat masih ketakutan walau matanya sudah
tertutup. Ibu pergi ke luar rumah untuk membeli teh yang disukai Bintang yang ternyata stok teh di rumah sudah habis. Saat ia pulang
ada seseorang yang menghampirinya, seorang paruh baya dengan anaknya yang
seumuran dengan Bintang dan merupakan tetangga barunya yang berada tepat di
depan rumah. Ibu mempersilahkan masuk dengan sopan dan menghidangkan segelas
minuman hangat.
“Saya Eti, dan ini Egi anak saya. Dua hari yang lalu
saya pindah ke gang ini, dan sebelumnya saya tinggal di gang ujung sana.”
“Oh iya, saya Maria. Kebetulan saya juga mempunyai
anak yang seumuran dengan nak Egi, tapi sekarang dia sedang istirahat. Senang sekali
akhirnya saya mempunyai tetangga baru, semoga Bu Eti suka tinggal di gang ini.”
Sambut Bu Maria dengan senyuman.
“Anak Ibu perempuan ya?” Tanya Ibu Eti dengan
senang.
“Iya, dia anak ke dua. Bagaimana bisa Bu Eti tahu?
Apa mungkin Ibu pernah melihat anak saya?”
“Tidak. Egi yang melihatnya beberapa menit yang
lalu. Iyakan nak?”
“Iya tante, dia pasti sangat senang dengan hujan.”
Jawab Egi dengan sopan.
“Wah, betul sekali. Namanya Bintang, ia sangat
menyukai suara rintik hujan hingga ia pasti menuju teras kamarnya ketika hujan
turun. Namun setelah ia bersenang-senang, ia jatuh sakit karena badannya yang
lemah apabila ia kedinginan.” Sambung Ibu Maria dengan nada cerianya.
“Tapi mungkin ia terkejut saat melihat saya, dan
langsung masuk ke kamarnya.” Sambung Egi dengan nada menyesal.
“Ah tidak, Bintang mempunyai phobia yang tidak
dimiliki oleh kebanyakan orang. Ia menyandang Androphobia atau ketakutan
berlebih kepada oranglain yang belum dikenalnya.”
merinding aku bacanya
BalasHapuslanjutkan de.. karya-karyamu aku tunggu?
Tunggu yah...belum smpet ngepost lagi..
BalasHapus