Selasa, 10 Februari 2015

Ajari Aku untuk Mengerti Kehidupan Part I

Jam berdentang dengan detik-detik yang selalu mengirinya, membuat seorang gadis manis penyandang androphobia menyukai jam itu. Dia memandang setiap detik dengan seriusnya, hingga ia melihatnya selama 2 menit tanpa kedip. Namun pandangannya terhenti ketika ia mendengar tetesa air hujan dari luar kamarnya, pintupun terbuka oleh hembusan angin yang menerpa membuatnya melangkah ke luar dan mengulurkan tanganny ke luar pintu, ia sangat menyukainya. Kemudian ia keluar menari-nari, tersenyum, berputar-putar dan menadah air hujan dengan kedua tangannya. Walaupun ia tahu bahwa hal ini tidak boleh dilakukan, karena ia mempunyai daya tahan tubuh yang lemah hingga ia akan sakit setelah bersenang-senang dengan hujan.
Kebahagiaannya berubah saat ia mengetahui ada seseorang yang sedang memperhatikannya, ia ketakutan dan segera masuk ke kamar dengan kaki yang gemetaran. Suara ketukan pintu membuatnya semakin merasa takut, dan semakin gemetar saat suara langkah kaki menghampirinya, ia semakin takut, tubuhnya gemetar dan berkeringat. Namun ia sadar, bahwa itu adalah Ibunya, ia pun memeluknya.
“Bintang sayang, kamu kenapa nak?” Ibunya bertanya sambil menghelai rambutnya.
“Bu, aku takut. Ada seseorang yang memperhatikanku saat aku bermain di luar kamar”.
“Hm.. kau hujan-hujanan lagi yah. Lihatlah, wajahmu pucat seperti orang kelaparan. Kau sudah makan siang sayang?” Ibu menangkan hati Bintang dengan lembutnya.
“Su..sudah Bu. Bu, badanku terasa tidak sehat” keluh Bintang.
“Ya sudah, nanti Ibu buatkan teh hangat untukmu, Bintang tidurlah dulu.”
“Iya Bu”.
Ibunya melangkah pergi sambil melihat ke luar kamar dan memandang anaknya yang terlihat masih ketakutan walau matanya sudah tertutup. Ibu pergi ke luar rumah untuk membeli teh yang disukai Bintang yang ternyata stok teh di rumah sudah habis. Saat ia pulang ada seseorang yang menghampirinya, seorang paruh baya dengan anaknya yang seumuran dengan Bintang dan merupakan tetangga barunya yang berada tepat di depan rumah. Ibu mempersilahkan masuk dengan sopan dan menghidangkan segelas minuman hangat.
“Saya Eti, dan ini Egi anak saya. Dua hari yang lalu saya pindah ke gang ini, dan sebelumnya saya tinggal di gang ujung sana.”
“Oh iya, saya Maria. Kebetulan saya juga mempunyai anak yang seumuran dengan nak Egi, tapi sekarang dia sedang istirahat. Senang sekali akhirnya saya mempunyai tetangga baru, semoga Bu Eti suka tinggal di gang ini.” Sambut Bu Maria dengan senyuman.
“Anak Ibu perempuan ya?” Tanya Ibu Eti dengan senang.
“Iya, dia anak ke dua. Bagaimana bisa Bu Eti tahu? Apa mungkin Ibu pernah melihat anak saya?”
“Tidak. Egi yang melihatnya beberapa menit yang lalu. Iyakan nak?”
“Iya tante, dia pasti sangat senang dengan hujan.” Jawab Egi dengan sopan.
“Wah, betul sekali. Namanya Bintang, ia sangat menyukai suara rintik hujan hingga ia pasti menuju teras kamarnya ketika hujan turun. Namun setelah ia bersenang-senang, ia jatuh sakit karena badannya yang lemah apabila ia kedinginan.” Sambung Ibu Maria dengan nada cerianya.
“Tapi mungkin ia terkejut saat melihat saya, dan langsung masuk ke kamarnya.” Sambung Egi dengan nada menyesal.
“Ah tidak, Bintang mempunyai phobia yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Ia menyandang Androphobia atau ketakutan berlebih kepada oranglain yang belum dikenalnya.”