Selasa, 31 Januari 2012

Ketika Bersamamu

Ketika kau pegang tanganku  tuk yang pertama. ..
Aku merasa sangat bahagia..
Dan ketika kau pegang tanganku tuk kedua kalinya..
Aku bagaikan terbang keangkasa raya...
Ingin rasanya aku bersamamu selamanya. ..
Merajut cinta yang kekal abadi. ..


Aku takut bila akhirnya yang selama ini aku takutkan, akan nyata.. ..
Semoga apa yang aku takutkan itu tak nyata,,
karena aku ingin menjadi yang lebih dari kehidupanmu..
Andai tak ada kematian di dunia ini,,
Aku pasti mencintaimu tanpa mati..


Aku mencintaimu tanpa karena... .
Dan itu adalah rumus cinta yang sebenarnya..
Aku menyayangimu tanpa sebab..
Dan itu adalah rumus kasih sayang sebenarnya..


Ketika bersamamu,,
Hatiku bagai bunga mekar yang siap dihinggapi kumbang...
Walau akhirnya layu,, tapi memberikan wangi yang semerbak.. .
Tapi, aku tak mau cintaku padamu layu..
Aku hanya ingin ciintaku padamu terus mekar sepanjang hari. ..


Laut yang membentang luas adalah saksi dalam hidupku bersamamu...
Pasir hitam dan bebatuan dipinggir laut lah yang menjadi hari bersamamu terasa begitu indah.. .


Andai aku jadi matahari yang selalu menyinari disetiap langkahmu..
Andai aku jadi awan indah yang selalu mengikuti langkahmu..
Andai aku jadi pelangi yang selalu mewarnai langkahmu.. .
Andai aku jadi bulan yang selalu menerangi kegelapanmu...
Andai aku jadi bintang yang selalu memberikan senyuman disetiap langkahmu..
Andai aku jadi petir yang selalu mengobarkan semangatmu..
Andai aku selalu ada dalam mimpi indahmu..
Aku hanya bisa berandai-andai...
Karena aku tau suatu saat,, bila kau jadi milikku..
Aku akan melakukan hal seperti itu...


>>Purple Girl<<

Keajaiban Itu Datang Padaku

"Kelahiranku"

Namaku "Nur Raisha Januarina" dan karena aku adalah anak terakhir, jadi kalian boleh memanggilku Ade. Aku lahir disebuah Desa terpencil bernama Pringgacala (aneh ya hehe) Kecamatan Karangampel, Indramayu Jawa Barat. Tapi, ketika aku berumur 1 tahun, aku pindah ke Kota Tegal, Jawa Tengah. Kata Ibuku, sewaktu aku masih dalam kandungan, aku sangat lincah dan seperti main bola dalam perut Ibuku. Dokter, Ayah, Ibu, Nenek, Kakek, Kakak-kakakku, dan semua saudara mengira aku adalah lelaki, Ibu juga menyiapkan segala perlengkapan Bayi ala bayi lelaki.  Aku selalu tertawa apabila Ibuku bercerita tentang diriku sewaktu dalam kandungan. Aku mempunyai dua kakak perempuan, satu laki-laki, dan aku adalah anak terakhir. Kakak pertamaku Mba Vanya, Kakakku yang kedua Mas Fahri, dan kakakku yang ketiga Mba Fitri.

Aku lahir tepatnya pada tanggal 27 Januari 1996. Semuanya sangat terkejut, karena perkiraan mereka aku adalah bayi lelaki tapi aku adalah bayi perempuan.  Maka tak heran dari kecil, tingkah lakuku seperti anak laki-laki. Aku tak mau mempunyai rambut panjang, dan tak mau memakai rok hehe. Aku kecil memang sangat manja 1 keinginan saja yang Ibuku tidak turutin, aku langsung mengobrak-abrik semua barang yang ada disekelilingku. Dan tiba saatnya aku menduduki bangku penddikan. Tapi, aku tak mau masuk TK  melainkan aku ingin langsung masuk SD. Tentunya untuk masuk SD, umurku harus 7 tahun, sedangkan pada saat itu umurku baru 4 tahun. Alasanku tidak ingin masuk TK karena aku suka melihat bendera Merah Putih, sedangkan TK itu memakai baju Putih Hijau. Tentunya aku tak mau masuk kesitu, Ibuku terus memaksaku untuk bersekolah di TK terlebih dahulu, tapi aku bersi keras ingin langsung masuk SD. Dan Ibuku mencoba untuk mendaftarkan aku kesekolah itu. tapi benar saja, aku ditolak karena umurku masih 4 tahun dan tidak bisa membaca dan menulis. Akupun meminta Ibu untuk mengajariku membaca dan menulis, tapi Ibuku adalah seorang Suster waktu itu, jadi mana sempat untuk membelajari aku membaca dan menulis, sedangkan Ayah dan kakakku berada di Indramayu. Ibu bilang aku harus masuk ke TK supaya bisa membaca dan menulis. Aku tetap tidak mau, dan memutuskan untuk belajar sendiri saja meski aku tak tau cara membaca dan menulis itu bagaimana. 

"Ibu, boleh tidak Ade minta tolong?" Tanya aku pada Ibu.

"Boleh De, Ade mau minta tolong apa?" Jawab Ibu dengan lembutnya.

"Tolong belikan Ade kertas alfabetis ya Bu.."

"Iya, tak usah mintapun Ibu belikan."

"Waah.. Ibu Ade yang cantik baik sekali ya. Hehe" Aku yang memulai memuji Ibuku sambil tersenyum.

"Hmm.. Mulai deh gombalnya." Ibu tersipu malu.

Dan semenjak itu, aku sering menghabiskan waktuku untuk menonton televisi. Dari situlah aku belajar membaca, tapi untuk menulis aku masih belum bisa. Aku meminta Ibu untuk membelikan aku kertas Alfabetis dan buku-buku tentang cara menulis dan Ibu membelikannya untukku. Satu tahun kemudian aku dapat membaca dan menulis tanpa belajar dari siapapun kecuali buku dan televisi.

Satu tahun kemudian..

Aku diterima di sekolah dasar, dan aku pun sangat gembira. Aku termasuk murid paling muda dikelas, karena umurku masih 5 tahun.  Aku sangat senang sekolah ditempat itu dan aku juga termasuk murid yang pintar, tapi anehnya aku tidak pernah masuk peringkat tiga besar. Aku selalu bermain dengan anak laki-laki, karena aku tak suka dengan anak perempuan yang biasanya hanya main boneka yang menyeramkan untukku. Tapi, ada satu teman perempuanku yang sifatnya sama seperti aku, namanya Chika. Dia adalah anak konglomerat ternama di kota Tegal, tapi aku sangat kasihan sama Chika karena Ayah dan Ibunya selalu saja bertengkar dan akhirnya mereka berpisah. Chika selalu bercerita tentang kesedihannya kepadaku, dan aku pun selalu memeluknya saat dia membutuhkan pelukan. 

Aku sangat senang mempunyai sahabat, dan kebanyakan sahabatku itu laki-laki dan aku hanya mempunyai satu sahabat perempuan yaitu Chika. Dan sahabat laki-lakiku diantaranya Kiki yang super tampan, Naufal yang gendut dan paling lucu diantara yang lain, Bento si item dari Papua, Fizi yang lumayan tampan dan manis, dan masih banyak lagi. Dan kami mempunyai hobi yang sama yaitu Futsal, kami selalu bermain futsal sehabis pulang sekolah atau hari libur. Aku sering dibawakan pizza sama Fizi, denger-denger dia menyukaiku jadi setiap ada tugas kelompok dirumahku Fizi selalu membawakan pizza untukku. Aku tak pernah menolaknya, karena memang aku sangat menyukai pizza. 
 ***

Aku sempat dilarang oleh Ibuku untuk tidak bermain futsal setiap pulang sekolah, tapi aku selalu saja tidak memperhatikan omongan Ibuku. Ya, aku memang anak yang ambisius dan Ibu pun memahaminya. Ibu tidak melarangku bergaul dengan siapa saja asalkan itu masih bersifat positif, Ibu juga tidak melarangku untuk bertingkah seperti anak laki-laki. Karena Ibu berfikir nanti kalau aku sudah mulai remaja, aku akan berubah dengan sendirinya.
"De, ini ada rok bagus sekali. Ini pemberian Eyang loh." Ibu menyodorkan rok yang menurutku itu rok yang sangat aneh.

"Ibu, itu rok kan untuk anak perempuan. Aku tak mau memakainya." Aku menolak dan membuang rok itu.

"Loh.. Bukannyya Ade itu anak perempuan?. hehe" Tanya Ibu bercanda.

"Memang, Ade anak perempuan. Tapi Ibu kan tau sendiri, kalau Ade tak suka pakaian perempuan." Jawabku sinis, karena aku sangat tak menyukainya.

Dan saat semester genap disekolahku, Ibu memintaku untuk pindah ke Indramayu. Aku sangat sedih dan tak mau menuruti apa yang Ibu minta. Tapi apa boleh buat, Ibuku berhenti dari pekerjaannya menjadi Suster karena Bapak menginginkan Ibu untuk menjadi Ibu rumah tangga saja. Ya sudah, akhirnya aku pindah ke Indramayu. Aku perpisahan dengan Eyang dan saudara-saudaraku. Dan tentunya aku perpisahan terlebih dahulu dengan sahabat-sahabat dan guru-guru di sekolahku. Aku dan Chika menangis, karena tak ingin berpisah apalagi si Fizi, Ia juga ikut menangis. Aku dan sahabat-sahabatku tertawa melihat Fizi menangis, karena pipinya yang tembem dan matanya yang sipit saat menangis matanya terlihat hilang hehe. Dan Fizi pun membawakan aku pizza 3 bungkus, tentunya aku tidak akan habis memakannya sendirian dan aku pun mengambilnya 1 bungkus saja.

Mereka mengantar aku hingga ke terminal bus kota Tegal. Sambil menunggu bus jurusan Indramayu datang, aku dan sahabat-sahabatku bercerita yang membuat aku tertawa terbahak-bahak. Hingga akhirnya Ibu berkata bahwa bus sudah datang, kami pun kembali meneteskan air mata. 
"Sudah, kalian jangan menangis. Aku kan gak pergi jauh, nanti aku akan mengunjungi kalian kalau liburan sekolah ya" Aku langsung menuju bus, dan melambaikan tanganku.
"Hati-hati De, aku menyayangimu" Fizi menangis sambil mengunyah makanan yang ada dimulutnya. 

Aku senang bisa mengenal kalian, ini bukanlah akhir dari pertemuan, melainkan ujian untuk persahabatan kita. Aku janji, aku pasti akan mengunjungi kalian dikala aku sedang libur sekolah.

"Rumahku Istanaku"

Aku sampai ditempat kelahiranku, Indramayu. Dan kedatanganku disambut oleh Ayah, Mba Vanya, Mas Fahri, Mba Fitri, Nenek dan juga Kakekku. Aku sangat senang sekali bisa melihat mereka kembali, meski aku sempat tak mengenali Nenek dan Kakekku karena terakhir aku bertemu mereka saat umurku kurang dari setahun. Setelah aku kangen-kangenan dengan saudara-saudaraku, aku langsung menuju kamar yang sudah disiapkan oleh Mba Vanya. Mba Vanya ini adalah kakakku yang terbaik diantara Mas Fahri dan Mba Fitri. Mba Vanya juga sangat mengerti apa yang aku suka, dan yang paling aku senangi dari Mba Vanya yaitu saat Dia memberi kado ulang tahun untukku. Kalau Mas Fahri, Dia sangat usil dan sering membuat aku malu dan kesel, tapi walaupun begitu Mas Fahri sangat perhatian sekali sama aku. Dan Mba Fitri, yang sering iri padaku karena Ibu selalu membelikan apa saja yang aku mau sedangkan Mba Fitri harus ngerengek dulu, baru dibelikan sama Ibu. Hehe maklumlah, akukan anak bungsu.
"De, makan dulu yah terus baru tidur" Ibu menyuruhku untuk makan siang, yang memang aku sangat lapar sekali pada saat itu.
"Iya Bu, sebentar ya. Ade mau ganti baju dulu" Jawab aku sambil menutup pintu kamar.
Aku sangat menyukai rumahku ini, nyaman, disekitar rumahnya banyak ayam, bebek, dan angsa. Dan selain itu, dibelakang rumahku ada sawah dan pohon Sawo yang lumayan besar. Udaranya pun masih sangat segar, tidak seperti di Tegal yang sampahnya masih berserakan dan kebanyakan sampahnya itu sampah organik. Jadi terlihat tidak enak dipandang mata, dan udaranya pun sangat panas.

***

Satu tahun sudah aku tinggal di Indramayu, pada musim hujan dan dihari libur, Nenenkku menyuruh aku dan kakak-kakakku untuk pergi mencari jamur. Aku sangat senang sekali Nenek menyuruhku, karena aku sangat suka berpetualang. Tapi pada awalnya, aku sangat jijik mencari jamur itu yang terletak di disemak-semak dan tanah yang basah.

"Mas, Ini jamur apa yah? ko beda sama jamur yang lain si?" Tanya aku penasaran pada Mas Fahri, yang pada saat itu ada di sampingku.

"Ini sepertinya jamur beracun De, jadi jangan diambil ya" Jawab Mas Fahri sambil meneliti jamur tersebut.

"Kita pulang yuk, disini menjijikkan banget dan tubuhku sudah gatal semua gara-gara banyak nyamuk" Keluh Mba Fitri kesal.

"Aduh Fit, kamu itu. Kitakan sudah biasa melakukan hal ini. Ade saja yang baru melakukan pertama kali, tak mengeluh. Memangnya kamu gak malu sama adikmu sendiri?" Ujar Mba Vanya, yang tak suka bila adiknya manja.

"Mba Vanya, memang aku ini sering melakukan hal kaya gini. Tapi aku belum terbiasa, dan ini terlalu menjijikkan untukku." Keluh Mba Fitri yang semakin kesal.
"Ya sudah, kita pulang saja. Lagian kita sudah mengumpulkan banyak jamur ko." Mas Fahri menenangkan mereka, dan akhirnya kita semua pulang kerumah

"Nek, ini jamurnya lumayan dapat banyak." Ujarku sambil menunjukkan jamurnya.
"Ya sudah, tempatkan saja di meja dekat dapur. Dan jangan lupa kalian mandi ya, baju kalian kotor sekali." Nenek menyuruh kami untuk mandi, yang memang pada saat itu baju kami sangat kotor.

Dan kami semua menuju kamar masing-masing dan bergiliran masuk ke kamar mandi. Aku sangat kesal sekali dengan Mba Fitri, yang sama sekali tak mau mengalah denganku. Tapi, aku sama sekali tak membencinya. Karena bagiku dia adalah kakak yang mungkin bisa mengajariku bagaimana caranya berpenampilan menarik kelak. Aku selalu mengalah, apabila Mba Fitri merasa iri padaku. Dan lebih baik aku yang mengalah, dari pada membuat Mbaku menangis.

Ibu telah mengurus semua yang harus dibutuhkan untuk aku sekolah. Sebenarnya Ibu memintaku untuk sekolah ditempat Ayah bekerja, tapi aku menolaknya karena sekolah itu lumayan jauh dan harus menepuh beberapa menit untuk sampai kesitu bila jalan kaki, Ibuku pun memakluminya. Dan akhirnya aku sekolah di Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah dasar yang berbasis islami. Aku takut ketika pertama kali masuk sekolah itu,  karena sangat menyeramkan dan bangunannya pun terlihat tidak kokoh. Tapi apa boleh buat, hanya sekolah ini satu-satunya sekolah yang paling dekat dengan rumahku.

"Bu, sekolah ini sangat menyeramkan dan bangunannya tidak seperti di sekolahku dulu. Nanti kalau Ade lagi belajar di kelas terus bangunannya roboh, bagaimana? Itukan sangat menyeramkan." Aku tak suka sekolah ini, dan sebenarnya aku ingin meminta kepada Ibuku supaya aku tak jadi sekolah disini. Tapi, aku berfikir kedepan, mungkin saja satu atau dua tahun kemudian sekolah ini akan direnofasi.

"Ini kan kemauanmu sendiri De. Kalau Ade tak  suka, nanti Ibu akan carikan sekolah lain saja." Ibu menenangkanku yang terlihat sangat pucat dan ketakutan.

"Tidak Bu, Ade senang ko. Memang tempatnya sangat menyeramkan, tapi kalau guru-gurunya baik itu tidak masalah untukku." Ujar aku, yang sebenarnya memang sangat takut dan geliah.

"Ya sudah sekarang kita pulang yuk, besok Ade masuk sekolah." Ibu menggandeng tanganku.

Keesokan harinya aku berangkat kesekolah sendirian, sebenarnya Ibu meminta Mba Vanya mengantarku kesekolah, tapi aku menolaknya. Karena aku tau Mba Vanya sudah bersiap-siap pergi ke sekolah, aku memang takut berangkat sekolah sendirian tapi aku juga harus mengerti situasi pada saat itu.

Sesampainya aku di sekolah, Pa guru yang bertugas sebagai wali kelasku mengantarku ke kelas. Pa guru itu bilang mengapa tanganku dingin, aku tersipu malu karena memang kalau aku sedang nervous ataupun malu pasti tanganku dingin. Saat Pa Guru memintaku untuk memperkenalkan diri, aku masuk kedepan kelas dan mulai memperkenalkan diri kepada teman-teman baruku. Dan akhirnya  Pa guru memintaku untuk duduk di depan atau disamping Silvi, teman pertamaku dikelas.

"Hai, namaku Silvi. Nama kamu siapa?" Tanya Silvi padaku, dan kami saling berjabat tangan.

"Namaku Nur Raisha Januarina, kamu boleh memanggilku sesuka hatimu."

"Waah.. Nama yang indah. Kalau begitu, boleh tidak aku memanggilku Raisha?"

"Boleh, kan tadi aku bilang sesuka hatimu. Jadi boleh-boleh saja. Hehe"

Dan saat itu, aku sangat akrab dengannya. Aku sama sekali tidak terlihat seperti anak lelaki, karena Ibuku bilang bahwa kita itu harus mempunyai etika. Lama kemudian, aku jadi menyukai sekolah baruku. Meski pakaiannya tidak memakai putih merah, tapi aku tak masalah bagiku.

***
Satu bulan berlalu, aku merasa ada hal yang sangat aneh. Suaraku, suaraku tiba-tiba sulit untuk mengatakan apapun dan badanku terasa lemas, wajahku sangat pucat pada saat itu. Ibu menyuruhku untuk tidak berangkat sekolah, aku sempat menolaknya karena aku tidak mau diabsenku ada tulisan S yang artinya sakit. Ibu membiarkanku berangkat ke sekolah, tapi aku pulang sebelum waktunya pulang.

Ibu membujukku untuk berobat kedokter, tapi aku menolaknya dan aku berjanji kalau dalam satu minggu aku tidak kunjung sembuh aku akan berobat kedokter. Belum sampai satu minggu, aku berobat kedokter karena aku sudah tak bisa menelan air ataupun makanan. Dokter mengatakan kalau aku sakit Amandel, Ibuku tak mempercayainya dan akhirnya Ibu membawaku ke Klinik di Kota Tegal tempat kerja Ibuku dulu. Dokter itu pun mengatakan hal yang sama, dan akhirnya pada hari itu tepatnya jam 2 siang aku dioperasi.

"Apa Ade mau dioperasi?" Ibu bertanya padaku dengan wajah cemas.

"Sebenarnya Ade tak mau Bu, tapi Ade sangat ingin sembuh. Ibu dan Bapak tidak usah khawatir yah, Ade berani kok lewati operasi ini". Aku berusaha menenangkan Ibu dan Bapakku.

"Ya sudah, kalau Ade berani Bapak urusin administrasinya dulu. Oh ya, Ade mau Bapak beliin mainan?" Bapak mencoba untuk menghilangkan rasa cemasku, karena Bapak tau kalau aku sangat cemas.

"Tidak Pa, dengan adanya Bapak dan Ibu disini Ade sangat senang."

Walau pun aku tidak meminta apapun, Bapak tetap membelikan aku mainan. DAn pastinya aku sangat senang sekali, walau pun mainannya seperti anak perempuan "oooops.. Aku kan anak perempuan. haha". Setelah administrasi selesai, aku langsung menuju ruang operasi. Tak ada rasa takut dalam diriku saat memasuki ruang operasi, aku hanya merasa resah karena suara Ibuku yang menangis.

Cahaya yang sangat terang yang ada di atas kepalaku membuat aku silau, dan tiba-tiba suster memintaku untuk mengepalkan tangan kananku. Jarum suntik menusuk tangan kananku, sakit rasanya tapi itu tak berlangsung lama. Karena jarum suntik itu adalah obat bius, dalam hitungan detik aku langsung tertidur.

"Dokter, bagaimana operasinya? Anak saya baik-baik saja kan?" Bapakku bertanya pada dokter yang keluar dari ruang operasi.

"Anak Anda baik-baik saja, operasinya juga lancar. Hanya saja, Anak anda kekurangan oksigen dan tekanan darahnya lemah. Jadi kita tunda dulu operasinya sampai tekanan darahnya kembai normal. Permisi Pak." Yah, begitulah kata dokter.

Ibuku tiba-tiba pingsan saat dokter mengatakan hal itu, Bapakku sangat panik. Beruntung ada Pamanku yang sedang menjenguk, jadi Ibuku diurusi oleh Paman.

"Dokter.. Apakah tekanan darah anak saya sudah normal?" Tanya Bapak panik.

"Bersyukurlah Pak, karena tekanan darah anak Bapak sudah normal kembali. Permisi, saya akan melanjutkan operasinya kembali."

Bapakku bernafas lega, Ibuku pun sudah pulih dari pingsannya. Setelah kurang lebih 2 jam aku diruang operasi, akhirnya aku keluar juga. Dan Ibuku kembali pingsan saat aku dibawa keluar ruang operasi karena berlumuran darah dimulutku.

"Alhamdulillah selamat Pak, Anak Anda telah melawati masa kritisnya."

"Memangnya anak saya sempat kritis dok?" tanya bapakku kaget.

"Iya Pak, anak Bapak sempat kritis. Tapi bersyukurlah karena kritis itu tidak berlangsung lama." Jelas Dokter.

Bapakku langsung bersujud syukur atas semua yang Allah berikan termasuk menyelamatkan Aku dari masa kritisku. Tak berapa lama, Ibuku siuman dan Ibu langsung menemuiku yang terbaring lemas dan masih dilumuri darah dimulutku. Ibu mengusapkan tisu kemulutku yang dipenuhi darah, kemudian 1 jam setelah aku dioperasi, aku telah siuman. Perlahan-lahan aku membuka mata.

"Ade.. Ade sudah bangun?" Ibu bertanya padaku.

Aku sulit untuk menjawabnya, mataku masih sulit untuk dibuka, aku belum bisa berbicara, bergerak pun tak bisa. Aku hanya terdiam saat Ibuku bertanya berulang-ulang dengan pertanyaan yang sama. Dan tak lama kemudian, Dokter datang dan berkata.

"Anak Ibu masih belum bisa berbicara, atau pun melihat dengan sempurna. Mungkin dalam 15 menit anak Ibu akan kembali pulih, hanya saja anak Ibu belum bisa berbicara dengan normal." Dokter menjelasakan kepada Ibuku yang semakin cemas melihat aku yang sangat lemah.


<to be continue>